Sejarah Makam Datu Muhammad Rais-Loknyiur
merupakan salah satu anak desa yang terletak di bagian utara Desa
Bamban Kecamatan Angkinang. Jaraknya kurang lebih 10 kilometer dari kota
Kandangan, ibukota Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan
Selatan. Sementara dari jalan raya Trans Kalimantan sekitar 2 kilometer.
Dengan karakteristik geografis tanah rawa dan sungai. Sungai terkenal
itu bernama Sungai Martajiwa. Di bantaran sungai Martajiwa terdapat
sebuah makam tua dengan sebuah nisan tanpa nama. Sejak nenek moyang dulu
tidak tahu pasti makam siapa itu.
Dengan
ketidaktahuan dan ketidakpastian itu muncul berbagai cerita tanpa dasar
dan alasan yang kuat untuk menjelaskan keberadaan makam tersebut.
Diantaranya yang pernah mengemuka menyebutkan makam tersebut hadirnya
bersamaan dengan datangnya banjir besar di sungai Martajiwa. Hingga
hadirlah makam tersebut di bantaran sungai itu.
Dulunya
di pinggir sungai Martajiwa tumbuh sebatang beringin besar yang rindang
dengan akarnya melebar di permukaan tanah. Terlihat sebuah nisan yang
terbuat dari kayu ulin tertancap di sela-sela akar pohon beringin yang
mengisyaratkan bahwa itu sebuah makam yang tidak tahu pasti siapa
penghuninya.
Cerita
ini bertahun-tahun lamanya dan hampir terlupakan ditelan masa hingga
pergantian zaman hingga sekarang ini. Namun kadangkala ada muncul
keanehan atau peristiwa ganjil yang mengisyaratkan bagi orang yang
tertentu dapat melihat benda asing di sekitar makam berupa binatang atau
benda hidup lainnya. Seperti buaya putih, ular putih, kucing putih,
dsb. Konon katanya sampai 41 jenis benda hidup aneh yang berbeda dengan
kehidupan biasanya.
Penampakan
makhluk aneh tersebut biasanya diiringi dengan hujan lebat dan angin
kencang. Hingga mengakibatkan banjirnya sungai Martajiwa. Yang aneh
sedalam dan sebanjir apapun juga sungai Martajiwa mengalirkan airnya,
tetap tidak akan menenggelamkan nisan yang tertancap di atas makam
tersebut.
Pernah
terjadi pada empat orang anak muda Desa Loknyiur pada masa lalu. Yakni
Rusli (Utuh Rulli), Anggur, Basuni, dan Aini. Keempat anak muda ini
sedang asyik bagarit (berburu). Karena tidak mendapat binatang
buruannya maka sasaran emosionalnya adalah menendang dan memukul nisan
dari makam tadi.Yang
menendang adalah Basuni (Asun), Aini, dan Anggur hanya sedikit memukul.
Sementara Rusli tidak ikut melakukan hal seperti mereka. Tak lama
kemudian Basuni dan Aini mendapat musibah dan langsung meninggal dunia.
Sedangkan Anggur menderita penyakit lemah dan tidak sekuat sebagaimana
masih muda dulu lagi. Sedangkan Rusli karena tidak ikut melakukan
perbuatan tersebut tidak mendapat dampak dari perbuatan masa lalu.Dilain
kesempatan ada seorang anak muda yang iseng dan nekad mencabut sebuah
nisan makam yang terbuat dari kayu ulin. Lalu dipotongnya untuk dibuat
mainan gasing. Tidak berapa lama orang yang nekad mengambil nisan tadi
mendapat musibah meninggal dunia. Atas peristiwa tadi hingga sekarang
makam tersebut tersisa hanya satu nisan yang masih utuh tertancap di
atas pusaranya.Sekitar
tahun 1999 Desa Loknyiur kedatangan rombongan tamu dari Martapura
Kabupaten Banjar. Mereka datang naik mobil taksi Colt L-300. Rombongan
tersebut diterima langsung oleh Rusli (Utuh Rulli) yang dianggap sebagai
tetuha kampung.Rombongan
itu menanyakan dimana letak makam keramat. Rusli tidak pikir panjang
lalu menunjuk makam yang ada di bantaran sungai Martajiwa. Rombongan
minta ijin untuk diantar ke makam yang pada waktu itu hanya bisa dicapai
dengan naik jukung untuk sampai ke lokasi makam.Sesampainya
disana rombongan melakukan ritual dengan iringan do’a beserta dzikir,
tasbih, tahmid, dan tahlil. Selesai melaksanakan acara tersebut, para
penziarah langsung minta kembali. “ Mohon dan tolong makam ini dijaga
dan dirawat sebaik-baiknya karena makam ini termasuk makam yang diberi
keramat oleh Allah SWT,” ujar para penziarah kepada Rusli sebelum
meninggalkan makam.
Diawal
tahun 2002 datang dua orang yang berasal dari Barabai Kabupaten Hulu
Sungai Tengah (HST). Salah seorang mengaku sebagai guru pada salah satu
pesantren di Barabai. Sementara yang satunya lagi mengaku pensiunan
Kepala PU HST. Keduanya tidak mau menyebutkan nama.
Lantas
mereka juga bertanya kepada Rusli dimana disini ada makam Datu yang
punya keramat. Seperti semula Rusli menjawab dan menunjuk makam
yang ada di bantaran sungai Martajiwa. Kedua orang tadi sama halnya
dengan rombongan yang datang dari Martapura dalam arti bersama-sama
ziarah dengan iringan do’a serta dzikir, tasbih, tahmid, dan tahlil.
Selesai ziarah kedua orang tersebut langsung kembali. Sebelum
meninggalkan makam sempat berpesan kepada Rusli mohon makam itu dijaga
dan dirawat sebaik-baiknya. Karena makam itu diberi keramat oleh Allah
SWT.
Di
sekitar makam ada tersimpan benda bersejarah dan mempunyai nilai yang
tinggi. Orang yang dimakamkan itu bernama Datu Muhammad Rais.
Kemudian
kedua orang tersebut sempat mengatakan kepada Rusli kalau memang
mendapat petunjuk mereka akan datang kembali. Rupanya mereka berdua
mendapat petunjuk, dua hari kemudian mereka datang lagi dengan
perlengkapan seadanya siap untuk melakukan penggalian berdasarkan
intuisi, naluri dan mata hatinya.
Sehingga
pada keesokan harinya, tepat pada jam tujuh pagi mereka berdua
didampingi oleh Rusli memulai mengerjakan dengan perhitungan-perhitungan
sekitar 5 meter sebelah timur dari nisan tadi posisi yang harus digali.
Dengan penuh kehati-hatian sekrup dan sundak secara deras memancar di
setiap sudut dan sisi lobang.
Konon
katanya lobang yang digali tersebut adalah sebuah sumur tua yang airnya
secara turun-temurun tidak akan pernah kering dan mampu memberikan
makna kehidupan bagi orang-orang kampung masa lalu. Air tersebut juga
mampu memberikan kesembuhan dengan berbagai jenis penyakit yang diderita
orang pada saat itu.
Proses
penggalian sudah dilaksanakan dan terus diupayakan hingga menghabiskan
waktu yang cukup lama, namun upaya tersebut mendapat kendala yang cukup
berat untuk dilanjutkan. Mungkin belum dapat ijin dan restu dari Yang
Kuasa sehingga tidak membuahkan hasil seperti apa yang mereka harapkan.
Akhirnya terpaksa dihentikan.
Pada
tahun 2002 pula, datang rombongan dengan menggunakan 5 (lima) buah
mobil taksi Colt L-300. Rombongan itu datang secara terorganisir
berlabelkan massa penziarah makam Wali Songo yang kebanyakan berasal
dari Martapura. Namun diantaranya ada juga yang berasal dari Sungai
Danau, Tanah Bumbu.
Tersebutlah
yang namanya Baseri yang asal-usulnya berasal dari Loknyiur dan
bermukim di Sungai Danau. Ketika rombongan Baseri berziarah ke Makam
Wali Sunan Ampel di Surabaya, tanpa diduga ada salah seorang penjaga
makam langsung menyapa dan berucap, “ Hei Saudara ! Kenapa berziarah
jauh-jauh datang kesini dengan banyak menghabiskan uang dan tenaga.
Sementara makam datu yang ada di kampung kamu sendiri belum pernah
diziarahi.”
Bagai
disambar petir tersontak bathinnya menganalisis kata-kata orang
tersebut. Seraya ia mengucap istighfar tiga kali. Dilatar belakangi
retorika tersebut munculah ide para penziarah untuk datang ke Loknyiur
sebagai bagian dari program perjalanan mereka guna melengkapi pengalaman
hiudp dan sisa-sisa petualangannya. Karena dengan segudang pengalaman
berziarah, rombongan mereka sempat mengajak warga masyarakat Loknyiur
untuk bersama-sama melaksanakan haulan secara kecil-kecilan dalam arti aruh basalamatan seadanya.
Pada tanggal 7 Oktober 2004 lagi-lagi Loknyiur kedatangan sebanyak 3 (tiga) orang mengaku berasal dari Palingkau, Kalimantan Tengah. Ketiga
orang tersebut terdiri dari dua orang perempuan dan satu laki-laki.
Kedua orang perempuan tadi bernama Irus dan Idah masih dalam satu
keturunan yang sama didampingi laki-laki yang bernama Hadran dengan
panggilan akrabnya.
Berdasarkan
silsilah dari garis keturunan ketiga orang tersebut, ternyata juga
masih berdarah Loknyiur yang sekian lama berdiam di kampung orang. Dari
silsilah tersebut, Idah, Inur, dan Hadran datang membawa kisah
pengalaman hidupnya yang mungkin orang lain tidak pernah mengalaminya.
Idah
menceritakan bahwa ada saudara kandungnya yang sejak bayi menghilang
(gaib) entah dimana dan siapa yang membawanya sehingga tidak tahu dimana
rimbanya hingga sekarang ini. Tapi sewaktu-waktu muncul menemuinya
dengan meminjam raga Idah dan saudara-saudara kandung lainnya, diantaranya akhir-akhir ini mengajak untuk berziarah ke makam tersebut. ***
0 Response to "Sejarah Makam Datu Muhammad Rais"
Posting Komentar
Untuk Menghindari SPAM dan Kata-kata Yang Tidak Sopan, Komentar Anda Akan di Moderasi Terlebih Dahulu .Terima Kasih