“Pa, bangun, Pa. Edi anak kita belum pulang!” Bu Enok membangunkan suaminya dengan perasaan was-was.
“Udah, biarin nanti juga pulang.” Pak Indra menjawab sekenanya masih dalam posisi terbaring.
“Tapi ini udah jam satu, Pak. Tidak biasanya.” Bu Enok tak bisa untuk tidak khawatir.
“Udah malam gini mau cari ke mana, Bu? Mungkin nginap di rumah temannya.” Pak Indra berusaha menenangkan istrinya.
Pak Indra bisa tertidur pulas kembali.
Tetapi Bu Enok sulit memejamkan matanya malam itu. Bertanya-tanya, apa
yang terjadi. Mengapa sampai menjelang dinihari Edi belum juga kembali.
###
Senja itu diiringi rintik-rintik hujan, Edi memacu sepeda motor bapaknya untuk keluyuran seperti biasanya.
Edi adalah anak kedua pasangan Pak Indra dan Bu Enok. Umurnya baru 17 tahun. Masih duduk kelas 1 SMU.
Senja itu diiringi rintik-rintik hujan, Edi memacu sepeda motor bapaknya untuk keluyuran seperti biasanya.
Edi adalah anak kedua pasangan Pak Indra dan Bu Enok. Umurnya baru 17 tahun. Masih duduk kelas 1 SMU.
Seperti umumnya anak tanggung seusia Edi
yang tak jauh dari kenakalan. Hari-hari Edi selain bersekolah memang
suka berkeluyuran untuk menghabiskan waktu.
Ke manakah sesungguhnya? Mengapa sampai larut tak juga kembali ke rumah?
Saat subuh, Pak Indra terbangun untuk mempersiapkan diri berangkat kerja. Namun ternyata Edi belum pulang juga bersama sepeda motor yang akan digunakan untuk berangkat kerja.
Saat subuh, Pak Indra terbangun untuk mempersiapkan diri berangkat kerja. Namun ternyata Edi belum pulang juga bersama sepeda motor yang akan digunakan untuk berangkat kerja.
Kini Pak Indra mulai khawatir akan
keberadaan Edi. Mengapa sudah pagi belum pulang juga. Karena Edi tahu
sepeda motor akan digunakan bapaknya untuk bekerja.
Bergegas Pak Indra membangunkan istrinya yang masih tergolek kelelahan. “Bu, Edi belum pulang juga. Ke mana tuh anak?”
“Haaa, belum pulang?” Bu Enok terperanjat. “Coba telepon ke rumah Agus, Pak. Siapa tahu dia nginap di sana.”
Pak Indra mencoba menghubungi Agus. Hasilnya. Menurut Agus, semalam memang Edi ke rumahnya. Tapi jam sebelas sudah pulang.
Begitulah seharian Pak Indra dan anaknya
yang tertua, Heri berusaha mencari keberadaan Edi. Tak ada jejak sama
sekali. Hari itu terasa begitu berat dilalui oleh keluarga Pak Indra
tanpa kepastian.
Bu Enok tak dapat menahan tangis.
Teringat seringkali lepas kontrol menyumpahi Edi kalau hendak pergi.
“Pergi sana! Biar mati tabrakan sekalian!”
Berbagai usaha dilakukan untuk mencari keberadaan Edi di hari keduanya menghilang. Tapi Edi bagaikan ditelan bumi.
Ada kabar sedikit menggembirakan.
Menurut teman dekat Edi, Neli. Tadi pagi Edi ada ke rumahnya. Masih
sempat menggenggam tangannya. Tapi memang aneh, Edi tak berkata satu
kata pun. Tangannya pun terasa dingin. Setelah itu Edi pergi begitu
saja.
Pagi-pagi hari ketiga, begitu Pak Indra
terbangun. Ponselnya penuh dengan SMS. Ada 49. Begitu dibuka satu
persatu. Ternyata isinya sama semua. Yang aneh adalah tanpa ada nama dan
nomor pengirimnya.
Tertulis “Kian Santang”. Apa maksudnya?
Karena dirasa ada sesuatu yang berbau gaib. Segera Pak Indra ke orang
pintar di kampung belakang kompleks.
Namanya orang pintar dan memiliki
kelebihan. Ki Jalu namanya dapat segera menerawang keberadaan Edi. “Cari
di sepanjang Jalan Kian Santang.” begitu Ki Jalu memberi petunjuk.
Lokasi Jalan Kian Santang memang hanya berjarak 3 kilometer dari tempat tinggal Pak Indra.Segera Pak Indra menyusuri Jalan Kian
Santang. Ketika sampai di ujung jalan. Didapati khabar, bahwa tiga hari
yang lalu terjadi kecelakaan yang menewaskan seorang lelaki muda.
Diketahui mayatnya sudah dibawa ke polsek terdekat.
Pucat muka Pak Indra. Tubuhnya bergetar. Namun sekuat tenaga menahan airmatanya.Benar saja. Tubuh lelaki muda yang sudah terbujur kaku itu adalah anaknya, Edi.
Bila sudah tiga hari meninggal, lalu siapakah yang menemui Neli?
Apakah Edi yang mengirim SMS untuk memberitahukan keberadaannya?
Apakah Edi yang mengirim SMS untuk memberitahukan keberadaannya?
Kesedihan menyelimuti keluarga Pak Indra. Bu Enok tiada kuasa menahan kesedihan sampai pingsan segala.
Setelah sehari dikuburkan. Pak Indra
segera menerima SMS aneh tanpa nama dan nomor pengirim. “Jangan
khawatirkan saya. Saya di sini belajar dengan Kian Santang!”
mmmm,, serem banget kang,, takut bacanya..hihi
BalasHapusahahha seram nya keterlaluan
BalasHapus